I.Memahami sejarah dan motif-motif
songket
Palembang memiliki sejarah yang panjang, mulai dari kejayaan kerajaan
Sriwijaya sampai Kesultanan Palembang Darussalam. Kerajaan Sriwijaya pada masa
kejayaannya sekitar abad ke 7 Masehi menjadi cikal bakal kota yang terletak di
tepian sungai Musi ini. Banyak peninggalan tak ternilai berasal dari kerajaan
terkenal itu, salah satunya adalah budaya wastra (kain) yang indah,songket.
Keberadaan kain songket menunjukan sebuah tingkat kebudayaan yang tinggi, sebab
dalam kain ini tersimpan berbagai hal seperti bahan yang digunakan, cara
pengerjaan, makna yang terkandung di dalamnya sekaligus cara penggunaanya dan
tingkatan orang yang memakainya.
Keberadaan kain songket Palembang merupakan salah satu bukti peninggalan
kerajaan Sriwijaya yang mampu penguasai perdagangan di Selat Malaka pada
zamannya. Para ahli sejarah mengatakan bahwa kerajaan Sriwijaya sekitar abad XI
setelah runtuhnya kerajaan Melayu memegang hegemoni perdagangan laut dengan
luar negeri, diantara negara yang mempunyai hubungan dagang dengan kerajaan
Sriwijaya adalah India, Cina, Arab dll. Keberadaan hegemoni perdagangan ini
menunjukan sebuah kebesaran kerajaan maritim di nusantara pada masa itu.
Keadaan geografis yang berada di lalu lintas antara jalut perdagangan Cina dan
India membuat kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim dan perdagangan
internasional.
Gemerlap warna dan kilauan emas yang terpancar pada kain tenun ini,
memberikan nilai tersendiri dan menunjukan sebuah kebesaran dari orang-orang
yang membuat kain songket. Apabila kita melihat rangkaian benang yang tersusun
dan teranyam rapih lewat pola simetris, menunjukan bahwa kain ini dibuat dengan
keterampilan masyarakat yang memahami berbagai cara untuk membuat kain bermutu,
yang sekaligus mampu menghias kain dengan beragam desain. Kemampuan ini tidak
semua orang mampu mengerjakannya, keahlian dan ketelitian mutlak diperlukan
untuk membuat sebuah kain songket. Pengetahuan ini biasanya diperoleh dengan
cara turun temurun dari generasi ke generasi selanjutnya.
Menurut para ahli sejarah, seperti dikutip oleh Agung S dari Team Peneliti
ITT Bandung dalam bukunya yang berjudul “Pengetahuan Barang Tekstil” ( 1977:209
), mengatakan bahwa sejak zaman Neolithikum, di Indonesia sudah mengenal cara
membuat pakaian. Dari alat-alat peninggalan zaman Neolithikum tersebut dapat
diketahui bahwa kulit kayu merupakan pakaian manusia pada zaman prasejarah di
Indonesia. Alat yang digunakan adalah alat pemukul kulit kayu yang dibuat dari
batu,seperti yang terdapat pada koleksi Museum Pusat Jakarta. Disamping pakaian
dari kulit kayu, dikenal juga bahan pakaian dengan mengunakan kulit binatang
yang pada umumnya dipakai oleh laki–laki sebagai pakaian untuk upacara ataupun
pakaian untuk perang. Sejak zaman prasejarah nenek moyang bangsa Indonesia juga
sudah mengenal teknik menenun. Hal tersebut diperkuat dengan adanya penemuan
tembikar dari zaman prasejarah yang didalamnya terdapat bentuk hiasan yang
terbuat dari kain tenun kasar.
Kemakmuran dizaman itu terlihat dari adanya kerajaan Sriwijaya yang
menghasilkan berbagai kain songket, dimana pada masa itu diperkirakan gemerlap
warna kain songket untuk para pejabat kerajaan khususnya untuk raja di berikan
sulaman berbahan emas. Sebagai kerajaan yang kaya dengan emas dan berbagai
logam mulai lainnya, sebagian emas-emas tersebut dikirim kenegeri Siam
(Thailand) untuk dijadikan benang emas yang kemudian dikirim kembali kekerajaan
Sriwijaya, oleh para perajin benang emas tersebut ditenun dengan menggunakan
benang sutra berwarna yang pada masa itu diimpor dari Siam (Thailand), India
dan Tiongkok (Cina). Perdagangan internasional membawa pengaruh besar dalam hal
pengolahan kain songket terutama dalam memadukan bahan yang akan digunakan
sebagai kain songket. Kain Songket untuk Raja dan kelurganya tentu memerlukan
bahan dan pengerjaan yang lebih, benang sutra yang dilapisi emas menjadi bahan
yang menonjol dalam pembuatanya, sehingga menghasilkan sebuah kain songket
gemerlap, yang menunjukan sebuah kebesaran dan kekayaan yang tidak terhingga.
Hubungan dagang internasional itu mengantarkan kerajaan Sriwijaya kepada
kerajaan yang terbuka terhadap pengaruh dari luar, adanya hubungan dagang
dengan Negara tetangga secara tidak langsung mempengaruhi kebdayaan setempat.
Sebagai akibat dari adanya pertukaran barang dalam perdagangan telah
mempengaruhi corak atau motif kain songket yang dihasilkan didaerah Palembang.
Banyaknya pengaruh kesenian yang dibawa oleh para pedagang tersebut yang
diantaranya berasal dari Timur Tengah dan Tiongkok ( Cina ) mempengaruhi motif
dalam desain kain songket Palembang. Salah satunya adalah agama Islam yang
dibawa oleh pedagang dari Timur tengah,walaupun dalam kesenian Islam tidak
diperbolehkan mewujudkan mahluk hidup, tetapi didalam desain kain songket
tampak dibuat binatang binatang tertentu. Seperti misalnya berbagai jenis
burung, reptilia dan naga. Motif bunga manggis dalam desain kain songket juga
terdapat pada relief-relief candi Prambanan dari abad kesembilan dan kesepuluh,
para ahli memperkirakan ada persamaan dengan motif yang ada dalam desain
songket Palembang dan ini merupakan bukti peninggalan sejarah dari zaman Hindu
di Indonesia yang terdapat dalam desain kain songket Palembang hingga saat ini.
Setelah melemahnya kerajaan-kerajaan di nusantara khususnya di Palembang
dan datangnya penjajahan Belanda, telah terjadi perubahan pada struktur
kehidupan masyarakat sampai menjelang Perang Dunia II, keberadaan kain songket
sempat mengalami kemunduran karena sulitnya bahan baku yang diperlukan. Namun,
keberadaan kain songket yang merupakan peninggalan sejarah bangsa Indonesia
masih tetap dipertahankan terutama karena masih mendapat tempat dalam kehidupan
masyarakat. Bertahannya kain songket ini, selain memiliki bentuk yang indah
juga memiliki nilai-nilai historis yang panjang dalam sejarah bangsa ini,
kebesaran kerajaan Sriwijaya tidak akan terlepas dari keberadaan kain songket.
Keberadaan kain songket ini telah ikut membesarkan kerajaan Sriwijaya melalui
sebuah perdagangan internasional.
Perginya Belanda dari tanah nusantara dan datangnya penjajahan Jepang dan
masa Revolusi sampai dengan tahun 1950, terus menghantarkan kerajinan kain
songket pada titik yang menghawatirkan karena sulitnya mendapatkan bahan baku
dan pemasaran hasil produksi songket tersebut. Pada masa penjajahan Jepang,
Indonesia mengalami pemerasan sehingga bahan baku yang digunakan untuk membuat
kain songket sangat sulit diperoleh. Menjelang tahun 1950 dan sesudahnya,
kerajinan kain songket sudah mulai diusahakan kembali secara keci-kecilan
dengan cara mencabut kembali benang emas dan benang perak dari tenunan kain
songket yang lama ( yang sudah tidak dipakai lagi ) karena kain sutera sebagai
dasarnya sudah lapuk untuk mendapatkan tenunan kain songket yang baru, keadaan
ini berlangsung hingga tahun 1966. Barulah sekitar tahun 1966 (akhir), usaha
kerajinan songket mulai banyak dikerjakan lagi oleh para perajin kain songket
seperti masa-masa lampau dengan banyaknya benang-benang sutera impor yang
datang dari luar negeri, seperti Cina dan Taiwan melalui pedagang-pedagang dari
Singapura dan benang-benang emas dari India, Perancis, Jepang dan Jerman. Kain
songket Palembang telah banyak mengalami jatuh bangun dalam usahanya
mempertahankan peninggalan kebudayaan masa lampau. Namun tetap bertahan hingga
saat sekarang ini. Keberadaan kain songket ini, merupakan salah satu aset
bangsa yang sangat besar dan harus dijaga dengan baik keberadaanya. Kain
songket ini telah menjadi ciri khas dari kota Palembang dan merupakan bagian
dari kebudayaan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sangat kaya akan peninggalan
dan kebudayaan baik dalam bentuk kain maupun yang lainnya.
2. Jenis-jenis Motif Kain Songket Palembang
Pemakaian kain songket pada umumnya dipakai sebagai pakaian adat masyarakat
Palembang untuk menghadiri upacara perkawinan, upacara cukur rambut bayi dan
sebagai busana penari Gending Sriwijaya (Tarian selamat datang). Menurut
Djamarin.dkk dari Team ITT Bandung ( 1977:217-218 ) meyebutkan tentang
jenis-jenis motif kain songket Palembang, diantaranya adalah:
a. Songket Lepus
Lepus berarti menutupi, jadi pengertian kain songket lepus adalah songket
yang mempunyai benang emasnya hampir menututpi seluruh bagian kain. Benang
emasnya dengan kualitas tinggi didatangkan dari China. Kadangkala benang emas
ini diambil dari kain songket yang sudah sangat tua (ratusan tahun) karena
kainnya menjadi rapuh, benang emas disulam kembali ke kain yang baru. Kualitas
jenis songket lepus merupakan kualitas yang tertinggi dan termahal harganya.
Sesuai dengan gambar motifnya, maka kain songket lepus inipun bermacam-macam
namanya, antara lain songket lepus lintang (bergambar bintang), songket lepus
buah anggur, songket lepus berantai, songket lepus ulir, dan lain-lain.
Songket Lepus
b. Songket Tawur
Pada desain songket tawur yaitu kain yang pada
motifnya tidak menutupi seluruh permukaan kain tetapi berkelompok-kelompok dan
letaknya menyebar (bertabur/tawur). Benang pakan sebagai pembentuk motif tidak
disisipkan dari pinggir kepinggir kain seperti pada halnya penenunan kain
songket yang biasa, tetapi hanya berkelompok–kelompok saja. Sama halnya dengan
songket lepus, songket tawur pun bermacam-macam namanya antara lain songket
tawur lintang, songket tawur tampak manggis, songket tawur nampan perak, dan lain-lain.
Songket Tawur
c. Songket Tretes Mender
Pada kain
songket jenis ini tidak dijumpai suatu gambar motif pada bagian tengah kain
(polosan). Motif-motif yang terdapat dalam songket tretes mender hanya ada pada
kedua ujung pangkal dan pada pinggir-pinggir kain.
Songket Tretes Mender
d. Songket Bungo Pacik
Pada kain songket jenis ini, sebagian besar motifnya terbuat dari benang
emas yang digantikan dengan benang kapas putih, sehingga tenunan benang emasnya
tidak banyak lagi dan hanya dipakai sebagai selingan saja.
Songket Bungo Pacik
e. Songket Kombinasi
Pada songket jenis ini merupakan kombinasi dari jenis-jenis songket diatas,
misalnya songket bungo Cina adalah gabungan songket tawur dengan songket bungo
pacik sedangkan songket bungo intan adalah gabungan antara songket tretes mender dengan songket bungo pacik.
Songket Kombinasi
f. Songket Limar
Kain songket ini tidak
dibentuk oleh benang-benang tambahan seperti halnya pada songket-songket
lainnya. Motif kembang-kembangnya berasal dari benang-benang pakan atau benang
lungsi yang dicelup pada bagian-bagian tetentu sebelum ditenun. Biasanya
songket limar dikombinasikan dengan songket berkembang dengan benang emas tawur
hingga disebut songket limar tawur. Macam dari songket limar diantaranya adalah
jando berhias, jando pengantin serta kembang pacar.
Songket Limar
Untuk menguatkan dasar kain songket dalam penenunan benang emas atau benang perak, maka sering digunakan serat katun untuk lungsinya serta sutra untuk pakannya.
3. Macam-macam Motif Kain Songket
Walaupun sejarah telah mencatat bagimana kain songket ini telah ada sejak
zaman Kerajaan Sriwijaya, namun ternyata kain songket Palembang tidak banyak
mengalami penambahan dalam hal motif.
Untuk membuat motif pada kain
songket, ada yang menggunakan motif benang emas penuh dan ada yang kosong pada
bagian tengahnya tetapi motifnya diberikan pada bagian tepi kain. Untuk membuat
satu jenis kain songket biasanya didalamnya bisa terdapat dua atau tiga motif
kain songket, sehingga untuk menghasilkan perpaduan gambar yang indah dan
menarik. Benang emas yang digunakan dalam kain songket sangat bervariasi, dalam
kain songket yang asli ( buatan zaman dahulu ) menggunakan benang emas cap
jantung yang terbuat dari emas murni empat belas karat disebut juga sebagai
benang emas nomor satu. Benang emas seperti ini pada saat sekarang ternyata
sudah tidak diproduksi lagi, karena selain harganya mahal. Benang emas untuk
membuat kain songket sekarang ini biasanya menggunakan kualitas nomor dua yaitu
benang emas bangko yang cirinya berwarna agak keperak-perakan dan bermanik
seperti mutiara, kemudian benang emas nomor tiga adalah benang emas sartubi
yang warnanya keputih-putihan dan struktur benangnya lebih halus, sedangkan
benang emas dengan kualitas nomor empat adalah benang emas mamilon yang cirinya
berwarna kuning keemasan dan benangnya agak kasar. Benang emas dengan kualitas
biasa saja adalah benang emas jeli yang benangnya agak kasar dan mudah putus.
Dengan melihat bahan dasar
yang digunakan untuk membuat motif kain songket, kita sudah bisa mengetahui
bahwa masyarakat pada masa itu sangat mengyukai keindahan yang berbahan dasar
dari emas. Untuk membuat hal seperti ini tentunya memerlukan bahan dasar yang
mencukupi di daerah pembuatanya, agar tidak menjadikan biaya produksinya mahal.
Maka untuk itu diperkirakan nusantara pada masa kerajaan Sriwijaya kaya akan
emas, hingga dipergunakan untuk membuat bahan pakaian terbuat dari bahan yang
dicampur dengan emas. Walau pun memang pakaian yang menggunakan emas,
kebanyakan dimiliki oleh kalangan bangsawan terutama.
4. Warna Kain Songket
Warna yang digunakan untuk
mewarnai kain songket didapat dari pewarna kesumbo untuk warna hijau, ungu,
merah anggur dan warna kuning dari kunyit sedangkan untuk warna merah dengan
menggunakan kulit kayu sepang yaitu kulit kayu dari pohon sepang yang sudah
tua. warna ungu dapat juga dihasilkan dari kulit buah manggis. Semua yang
digunakan untuk mewarnai kain songket ternyata berbahan dasar dari alam, mereka
berusaha memadukan warna ini sehingga menghasilkan warna terang mencolok dan
indah. Untuk membuat warna dalam kain tentunya memerlukan pengetahuan yang
tidak sembarangan, dimana dia harus mengolah bahan dasar dari alam ini menjadi
sebuah tinta.
Manusia terkenal sebagai
makhluk bersimbol, setiap tingkah laku dan perbuatannya penuh dengan
simbol-simbol tertentu, tidak terkecuali apa yang terdapat dalam warna kain
songket. Setiap warna yang terdapat dalam kain songket memiliki artinya
tersendiri yang dapat menunjukan status dari sipemakainya, bukan hanya status
kekayaan namun juga status sosial yang diantaranya adalah kain songket dengan
warna hijau, merah dan kuning dipakai oleh janda, sedangkan bila mereka ingin
menikah lagi maka mereka dapat menggunakan warna-warna yang terang atau cerah
(Suwarti Kartiwa: 35). Dalam kain songket tidak mempunyai patokan dalam hal
warna untuk satu jenis kain songket tertentu, karena pada kain songket yang
dipentingkan adalah pada jenis dan kegunaannya, dalam satu jenis kain songket
terdapat lebih dari satu warna sebagai penghias kain.
Lambang Motif yang terdapat
dalam Kain Songket Palembang
Seperti yang telah dikemukakan
di atas, kalau hidup manusia ini penuh dengan simbol-simbol, dalam kain songket
ternyata mempunyai arti perlambangan yang sakral dalam setiap coraknya dan
dalam satu kain songket terdapat motif, warna dan perlambangan berbeda sehingga
menghasilkan perpaduan yang indah. Lambang-lambang yang terdapat dalam kain
songket dan penggunaannya antara lain:
a. Motif bunga mawar dalam desain kain songket mempunyai arti perlambangan sebagai penawar malapetaka. Kain songket yang memiliki motif bunga mawar biasanya dipakai sebagai kelengkapan upacara cukur rambut bayi sebagai selimut dan kain gendongan. Kain songket dengan motif bunga mawar digunakan dengan harapan kehidupan si anak yang akan datang selalu terhindar dari bahaya dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
b. Motif bunga tanjung melambangkan keramah tamahan sebagai nyonya rumah juga sebagai lambang ucapan selamat datang. Kain songket yang memiliki motif bunga tanjung dipakai oleh nyonya rumah untuk menyambut tamu.
c. Motif bunga melati dalam desain kain songket melambangkan kesucian, keanggungan dan sopan santun. Kain songket yang memiliki motif bunga melati biasanya digunakan oleh gadis-gadis dalam lingkup kerajaan yang belum menikah karena motif bunga melati menggambarkan kesucian.
d. Motif pucuk rebung melambangkan harapan baik, karena bambu adalah pohon yang tidak mudah rebah oleh tiupan angin kencang. Motif pucuk rebung selalu ada dalam setiap kain songket sebagai kepala kain atau tumpal. Penggunaan motif pucuk rebung pada kain songket dimaksudkan agar sipemakai selalu mempunyai keberuntungan dan harapan baik dalam setiap langkah hidup.
Pada masa sekarang ini di
Indonesia, arti dan perlambang dalam motif kain tidak sedikit yang
mengabaikannya, banyak dari mereka mengindahkan semuanya itu. Apa yang ada
dalam dalam motif kain ini sebenarnya melambangkan sebuah do’a untuk
sipemakainya, sebagai contoh motif pucuk rebung memiliki arti agar sipemakai
selalu berada dalam keberuntungan dalam hidupnya. Apa yang ada dalam motif kain
ini merupakan simbol dari harapan manusia itu sendiri.
5. Simbol Status Sosial
Motif kain yang sering nampak dalam kain songket adalah motif bunga, ini
menandakan kedekatan dengan wanita. Seperti yang dikemukakan oleh R.H.M Akib
seperti dikutip oleh Suwarti Kartiwa (1996:34), bahwa kain songket erat
hubungannya dengan wanita dan didalamnya mencerminkan wanita. Hal ini tampak
dari dengan banyaknya motif bunga yang diterapkan dalam desain kain songket dan
kalau kemudian dalam adat terdapat pakaian yang dipakai oleh laki-laki, maka
itu adalah perkembangannya yang kemudian karena pada zaman dahulu kain songket
ditenun oleh para gadis sambil menunggu datangnya lamaran dari pihak laki-laki.
Seperti halnya daerah-daerah lain, masyarakat Palembang memiliki keharusan untuk memakai kain songket dalam setiap upacara yang dilakukan (pakaian adat). Kain songket digunakan pada setiap upacara keagamaan, perkawinan ataupun upacara adat lainnya dan tidak untuk dipakai sehari-hari (Himpunan Wastraprema, 1976). Ini semua menandakan kalau kain songket tidak bisa dipakai sembarangan, karena di dalamnya mengandung makna-makna tertentu. Makna ini merupakan perlambang dari sipemakai. Sebagai contoh, pemakaian kain songket untuk upacara perkawinan berbeda dengan yang digunakan untuk upacara keagamaan dan upacara adat lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat pada warna merah cabe yang biasa dipakai oleh pengantin sedangkan untuk upacara adat lainnya bebas memilih motif dan warna. Dahulu pemakaian kain songket dibedakan antara untuk keluarga kerajaan, pegawai kerajaan, golongan bangsawan dan rakyat biasa. Perbedaan pemakaian kain songket penting karena dalam kain songket mempunyai motif-motif tersendiri yang menggambarkan kebesaran dan keagungan seseorang (pemakai).
Seperti halnya daerah-daerah lain, masyarakat Palembang memiliki keharusan untuk memakai kain songket dalam setiap upacara yang dilakukan (pakaian adat). Kain songket digunakan pada setiap upacara keagamaan, perkawinan ataupun upacara adat lainnya dan tidak untuk dipakai sehari-hari (Himpunan Wastraprema, 1976). Ini semua menandakan kalau kain songket tidak bisa dipakai sembarangan, karena di dalamnya mengandung makna-makna tertentu. Makna ini merupakan perlambang dari sipemakai. Sebagai contoh, pemakaian kain songket untuk upacara perkawinan berbeda dengan yang digunakan untuk upacara keagamaan dan upacara adat lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat pada warna merah cabe yang biasa dipakai oleh pengantin sedangkan untuk upacara adat lainnya bebas memilih motif dan warna. Dahulu pemakaian kain songket dibedakan antara untuk keluarga kerajaan, pegawai kerajaan, golongan bangsawan dan rakyat biasa. Perbedaan pemakaian kain songket penting karena dalam kain songket mempunyai motif-motif tersendiri yang menggambarkan kebesaran dan keagungan seseorang (pemakai).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar